Minggu, 19 Januari 2014

Cerpen 1



“Cinta menghapus kesedihanku”

Hari itu begitu terasa membosankan untukku. Bagiku semua hari terasa sama, ya memang setiap harinya berbeda- beda nama, tapi tetap sama saja rasanya tak ada bedanya bagiku. Ya tentu saja hanya bagiku seorang.
Hal pertama yang mebuatku begini karena “ Dia” . Dia yang ku maksud adalah ibuku, wanita itu membuat aku dan ayahku selalu merindukannya. Bagaimana tidak semenjak kepergiannya aku hanya tinggal berdua saja dengan ayahku di rumah. Tapi apa boleh buat suatu musibah telah menimpanya.  
Saat itu hari sudah larut malam, jalanan sudah sepi kira- kira jam sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB. Ibu baru pulang dari rumah nenek sehabis menjeguknya. Ayah dan aku tidak bisa menjeputnya karena kami sedang liburan di luar kota. Ibu sengaja tidak iku karena tidak ada yang menjaga rumah. Ya kami hanya bertiga. Aku, ayah dan ibu.
 Dalam perjalanan pulang tiba- tiba saja dari arah berlainan datang mobil avanza hitam yang melaju dengan kecepatan tinggi, mobil itu menyenggol stang kiri motor mio merah ibu. Itu menyebabkan ibu hilang keseimbangan dan tanpa ia sadari ada truk yang sedang melaju cepat di sebelah kanannya. Dan akhirnya ibu menabrak truk itu dan terseret sejauh 4 meter.
 Pada saat itu ibu masih setengah sadar tapi ketika menuju UGD ibu kehabisan darah dan akhirnya meninggal. Aku pun belum sempat mengucapkan kalimat terakhir untuknya. Jika teringat kejadian yang milukan itu ingin rasanya aku mencari pengendara mobil avanza hitam yang telah menyebabkan kematian ibuku itu. Aku masih menyimpan dendam kepada pengendara tak bertanggung jawab itu!.
Yang kedua adalah cinta. Itu kata- kata yang sering kudapati pada sebuah novel, film, dan cerita sahabatku Lisa. Dan aku sendiri ? Oh jangan tanyakan kepadaku, aku tentu saja tidak mengetahui apa itu cinta, cinta sejati dan sebagainya. Yang pernah kudapati adalah kasih sayang, ya kasih sayang ayah, ibu dan kasih sayang sahabat saja. Dan itu bagiku sudah lebih dari cukup.
Itulah sebabnya aku selalu termenung di balkon luar kamarku. Aku duduk pada kursi rotan berbentuk bulat dan dengan kaki yang tinggi. Kakiku ku taruh di anak kaki kursi rotan itu. Dengan tangan kanan menopang dagu, seraya tak lepas- lepas ingatanku pada sosok wanita itu. Padahal sudah genap enam bulan pasca kematiannya, tapi hingga saat ini aku masih belum merelakan kepergiannya yang terasa begitu cepat. Dan sampai detik ini dendam ku pada pengendara avanza hitam itu belum luntur.
Lisa adalah sahabatku. Rumahnya tepat disamping kanan rumahku. Kami memang bersahabat sejak kecil, dan kami selalu satu sekolah hingga dibangku kuliah. Setelah tamat kuliah dia bekerja di salah satu perusahaan swasta di kota ini, dia sungguh beruntung. Sedangkan aku menjadi seorang pelayan di salah satu restoran di kota ini. Lisa sahabat yang baik, dia selau mau mendengarkan keluhanku dan selalu ada di saat aku bahagia mapun duka. Saat kepergian ibu, dia rela menginap di rumahku di tujuh hari pertama kepergian ibu. Agar  selalu bisa menghiburku. Dia memang sahabat terbaikku.
“Putri.. Put..Putri..!!.” Teriak Lisa memangilku dari bawah. Sepertinya dia ada sesuatu yang penting untuk disampaikan padaku, karena tidak pernah dia sesemangat ini menemuiku.
“Iya Lis, ada apa?.” tanyaku penuh rasa penasaran.
“Sebentar aku ke atas ya!.” Tteriaknya lagi.
“Iya Lis.” Jawabku.
Tokk .. tok.. tok.. Lisa mengetuk pintu kamarku dengan tergesa- gesa.
“Iya sebentar Lis, sabar dong.” Akun pun berlari sembari membukakan pintu kamarku.
“Uh.. anu Put, anu.. .” Ucapnya sambil terengah- engah.
“Ada apa Lisa? “ Tanyaku heran.
“Aku ada lowongan pekerjaan untukmu, nih!” Seraya sambil mengasih secarik kertas yang berisikan iklan lowongan perkerjaan di sebuah kantor stasiun televisi lokal. Di sana tertulis di butuhkan reporter.
“Wah, ini cita- citaku Lis! Akan ku coba ini, terima kasih sahabat, setidaknya kalau aku keterima kerja disana otomatis gelar pelayanku terlepas hahahahaha.” Tawaku, serta memeluk Lisa untuk rasa terima kasih kepadanya.
“Hahaha.. Iya sama- sama sahabat.”  Ucap Lisa sambil membalas pelukanku.
Ya. Sejak tamat kuliah aku belum menemukan pekerjaan yang cocok untukku. Menjadi pelayan di restoran ternama sebenarnya tidak buruk dan gajinya pun lumayan. Tapi aku harus mencari pekerjaan yang lebih baik lagi untuk hidupku ke depannya, dan itu tentu saja bukan cita- citaku, dan tentu saja tidak sejalan dengan title S. PdI ku itu.

***

Drumm.. drumm suara mesin motor beat biruku terdengar di bagasi rumah, aku sedang memanasi mesinya. Ya, hari ini aku akan mencoba melamar pekerjaan di kantor stasiun televisi lokal yang tempo hari Lisa tunjukkan kepadaku, setelah memasukkan berkas- berkas, dan surat lamaran pekerjaanku di dalam tas, dalam hati aku berdoa “ Semoga saja diberi kelancaran, Amin”. Aku langsung tancap gas menuju kesana.
Beberapa menit kemudian aku sudah berada di alamat yang tertera di kertas itu. Tapi untuk memastikan apakah benar alamatnya disini, aku segera merongoh kantong kiri celanaku. Karena terlalu sibuk mencari kertas itu aku tidak menyadari motor yang ku kendarai sedikit oleng, dan tiba- tiba dari arah belakang datang avanza hitam yang sepertinya juga tidak melihat aku yang berada didepannya. Dan ...
Citt..Gubrakkk..drumm..
Mobil avanza hitam itu menyenggol stang kiriku hingga aku menjadi semakin hilang keseimbangan. Dan akhirnya aku jatuh tepat di depan mobil itu. Mobil itu segera mengerem, pengendara mobil itu keluar dan segera menolongku. Dia sepertinya pria yang baik, setelah ku lihat wajah cemasnya ketika melihat keadaanku. Tapi sejujurnya tidak sepenuhnya salah dia sih.
Dan untungnya aku tidak mengalami cidera yang parah hanya luka- luka saja di tangan dan di lututku. “Oh tidak motorku, spion kiriku sepertinya patah, akibat terjatuh tadi. Dan mobil avanza hitam itu, yang pastinya lecet juga. Mobil itu, mobil avanza hitam. Kejadian ini sepertinya mengingatkan aku kepada sesuatu. Ya, pada kecelakaan yang menimpa ibuku enam bulan yang lalu, dan sekarang terjadi juga kepadaku. Ah hanya kebetulan saja “ Batinku.
Pria yang menabrakku tadi memapahku masuk ke kantor stasiun televisi itu. “Hmmmm mungkin dia juga bekerja disini.” Fikirku. “Tapi karyawan disana sepertinya terlihat sangat akrab dan bersikap sopan kepada pria yang menabrakku itu. Mereka mengucapkan selamat pagi dengan ramah, dan ya yang pastinya  menanyakan aku yang sedang di papahnya itu, dia bilang dia tak sengaja menabrakku dan ingin mengobatiku. Hmm pria yang bertanggung jawab.” Batinku.
 “Eits, tunggu dulu apakah dia bos, atau orang yang berperan penting di kantor ini?”  Tanyaku dalam hati. Semua orang disini begitu sopan terhadapnya. “ Hahaha jika memang benar ini kesempataku untuk membuat dia menerima ku bekerja disini, sebagai permintaan maaf kaena dia telah menabrakku, hahahaha.” Tawaku dalam hati dengan senyum kemenangan.
Aku merasakan pedih saat luka dilututku bersentuhan dengan kapas yang basah setelah lumuri oleh betadint. Itu membuat ku terkejut dan membuyarkan lamunanku. Tiba- tiba saja aku menjerit kesakitan. “Ups pedih tau, pelan- pelan !.” Teriakku. Untungnya kami di sebuah ruangan, jadi teriakanku barusan tak terdengar oleh karnyawan- karyawan disini.
 Sorry, aku tak bermaksud menyakitimu.” Jawab pria itu yang mencoba mengobati luka- lukaku.
“ Kamu tadi sengaja ingin membunuhku ya ?.” Ucapku seraya menunjuk mukanya dengan telunjukku, dengan tatapan tajam.
“ Hei, aku masih waras! Kejadian tadi aku minta maaf, aku tak bermaksud berbuat demikian, fikiranku lagi kacau. Dan saat itu kamu juga lagi tak fokus ke jalan kan? Jadi bukan sepenuhnya salahku dong.”  Balasnya.
“Huh, sudah salah tak mau mengaku! Minta maafmu pun sepertinya tanpa rasa bersalah.” Ucapku kesal.
Dia melihat tangan kiriku, bukan dia bukan melihat tangan kiriku yang sedang terluka melainkan melihat apa yang sedang aku pegang. Dan dia merebutnya dariku.
“Hei, kembalikan itu padaku!.” Ucapku kesal.
“Hmmm, jadi tujuanmu kesini, ingin melamar menjadi reporter ya? Well, aku siap membantu sebagai ucapan maaf ku, bagaimana ?”
Tentu saja aku sangat senang mendengarnya, dan itu sesuai dengan apa yang aku fikirkan tadi.
“ Hmmm.. benarkah ?”
“ Iya, hmm sorry siapa namamu ? Namaku Andri, Andri Kencana Putra.”  Dia menjabat tanganku.
“ Putri, Purti Deswita.” Jawabku sambil tersenyum, sembari membalas jabatan tangannya.
“ Oke, karena keadaanmu tidak memungkinkan untuk berjalan sendirian ke lantai atas, jadi biar aku saja yang mengantarkan berkas dan surat lamaranmu ke meja bosku.” Ucapnya.
“ Baiklah, ini dia mapnya, terima kasih ya Andri, Hmm mungkin aku harus memanggilmu dengan sebutan Pak Andri, sama seperti karyawan- karyawan disini ?” Tanyaku dengan sedikit ejekan.
“ Hahahaha.. tidak usah berlebihan Andri saja cukup.” Timpalnya.
“ Oke, aku ke atas dulu, aku segera kembali.” Belum sempat dia melangkahkan kaki, badannya segera berbalik menghadapku lagi. Sepertinya ada sesuatu yang ingin dia ucpkan lagi.
“ Hei, tapi besok jam 08.00 WIB kau harus kembali lagi kesini, untuk tes di depan kamera okey ? Hmm tapi keadaanmu?”  Tanyanya cemas.
“ Tidak usah khawatir tentang keadaanku,.” Jawabkku enteng.
“ Baiklah. Tukasnya.
Dia segera menaiki anak tangga dengan gesit hingga menghasilkan bunyi sepatu yang sedikit ribut, tapi kemudian suara sepatu itu menghilang karena semakin menjauh.

***

Sudah seminggu dari hari aku melamar kerja itu, belum juga ada kabar mengenai diterima atau tidak aku bekerja disana.
 Hmmmm malam ini aku begitu lelah banyak sekali pelanggan yang datang ke restoran tempatku bekerja menginat malam ini malam minggu, ya tentu saja para muda- mudi yang dominan menjadi pelangganmalam ini, dan pemandangan berdua- duaan itu membikin aku Ilfeel, karena hingga usiaku yang sekarang aku belum pernah merasakan jatuh cinta.
Aku sedang bersantai di kasur  tiba- tiba ponselku berbunyi, ada pesan dari nomor tak dikenal. Segera aku baca isi pesan tersebut.
“ Yee!! Akhirnya, aku diterima !! Terima kasih tuhan !! Tak sia- sia doaku selama ini. Tapi aku tak mengenali nomor itu, ah bukan urusan yang penting tentang nomor itu mungkin nomor karyawan disana yang mengabarkannya langsung kepadaku lewat nomor hp yang tertera pada surat lamaran kerjaku tempo hari.” Batinku girang.
Tidak berapa lama kemudian, nomor tak dikenal itu menelponku. Tanpa fikir panjang aku segera mengangkatnya.
“ Halo, dengan Putri Deswita saya berbicara ?.” Tanya seseorang dengan suara laki- laki yang sepertinya familiar di telingaku.
“ Iya dengan saya sendiri, maaf dengan siapa saya biacara ?”
“ Ini aku Andri, selamat ya Put kamu diterima di kantor kami.”
“ Iya, makasih. Hmmm makasih juga ya atas bantuanmu kemarin.”
“ Tidak, tentu saja itu atas usahamu sendiri yang membuatmu diterima, aku hanya sebagai perantaranya saja kok.”
“ Hahaha kamu Ndri, bisa saja.”
“ Hahaha, ehh lusa kamu sudah mulai masuk kerja, ku tunggu di kantor ya.”
“ Oh, oke baiklah, terima kasih atas informasinya Ndri.”
“ Iya sama- sama.”
Tutt.. tutt.. suara telpon terputus.
Aku segera turun ke bawah menghampiri ayah yang sedang menoton televisi, dia sempat kaget melihat keadaan ku yang sedikit tergesa- gesa, tapi dengan raut wajah yang gembira. Aku segera menceritakan tentang diterimanya aku menjadi reporter di sebuah stasiun televisi. Tentu saja aku tak melupakan jasa sahabatku Lisa yang sudah mau memberitahukan lowongan pekerjaan ini kepadaku, dan dia bahagia mendengarnya.
Heuh, aku pun segera berbaring di tempat tidurku yang bersepreikan mickymouse dengan warna hijau dominan itu dan memeluk guling serta Tedty bear coklat kesayanganku. Aku segera memenjamkan mata, tak sabar menunggu lusa, pekerjaan baru, tempat kerja baru dan rekan kerja baru. Senyumku.
***
Meliput berita tentang tawuran anak sekolah, aku langsung berada dalam TKP tersebut untuk  melaporkan berita ini, ya menjadi reporter juga banyak sekali resikonya. Kita harus meliput di situasi yang mengerikan semacam ini, mau tidak mau nyawa sebagai taruhannya. Pekerjaan ini cukup memakan energi, tapi setelah beberapa bulan aku mengerjakan pekerjaan ini, aku cukup menikmati pekerjaan ini.
Aku tidak selalu berada di kantor, dan sebaliknya Andri selalu berada di kantor. Dia berperan penting dalam stasiun televisi ini. Jadi wajar jika dia hanya berkutat dengan laptopnya dan duduk rapi di ruagannya yang nyaman.
Aku memberanikan diri untuk masuk keruangannya, hanya untuk mengacaukan konsentrasinya. Karena belakangan ini aku jarang mengobrol lagi dengannya.
“ He em, permisi Pak Andri, toilet dimana ya Pak ?” Tanyaku tanpa mersa bersalah.
“ Eh... siapa yang nyuruh masuk ?” Tanya Andri dengan raut muka marah yang dibuat- buat.
“ Hmmmmm enggak usah serius amat Ndri, tuh tuh liat muka mu udah sama tu sama layar monitor mu, hahahaha.” Tawaku lepas.
“ Dasar!! Eh mau enggak nanti sepulang kerja kita makan ?”
Hmmmmm..  It’s good idea.”
***

Restoran Ambarakwa. Aku tersenyum- senyum kecil melihat restoran itu di depanku. Ya tentu saja Andri yang berada di sampingku kebingungan melihat sikap anehku itu. Lalu kami memasuki restoran itu yang di sambut baik oleh pelayan disana. Andri segera menuju salah satu meja di sudut sebelah kanan. Restoran ini dedesain memang untuk kalangan muda, tidak klasik. Disudut ruanganpun ada panggung untuk band, khususnya untuk band- band indie yang ingin unjuk gigi.
Andri masih heran kenapa aku sepertinya dekat sekali dengan pelayan- pelayan di restoran ini, dan sekarang aku masih mengobrol dengan mereka. Aku telah menagkap sinyal bosan Andri yang sedari tadi sudah lama menunggu aku. Akupun mendekatinya.
“Sepertinya kamu dekat sekali dengan para pelayan disini, belakangan ini aku sering ke restoran ini, bisa dikatakan akusudah jadi langganannya, tapi aku tidak sedekat itu dengan mereka.” Tanya Andri heran.
“ Hahahaha.. kamu ini, begini aku dulu sebelum bekerja sebagai reporter di kantor mu itu, aku bekerja disini sama seperti mereka, menjadi pelayan disini.” Jawabku.
“ Oh.. begitu.” Ucapnya sambil mengangguk- angguk tanda mengerti.
“ Iya Mr. Kepo.” Ucapku sambil memasang raut wajah meledeknya.
“Hahaha, sudah ah aku kesini karena lapar aku ingin pesan ini, ini, dan ini, cepat pelayan!” Bentaknya dengan senyum kemenangan.
Aku segera menuju dapur dan mengasih pesanan Andri dan tentu pesananku ku juga.  Aku sengaja mengantar pesananku sendiri untuk menyapa teman lamaku. Karena aku bukan lagi pelayan disini, aku tidak perlu mengantarkan makanan- makanan Andri ke meja. Sekarang aku datang kesini sebagai pelanggan.

***
Aku tidak lagi pergi sendiri ke kantor menggunakan motorku. Karena Andri sekarang yang mengantarku ke kantor dan pulang. Aku semakin dekat dengan Andri. Aku sekarang jauh lebih mengenalnya dari saat dia menabrakku setahun silam. Dengan mengenal Andri membuat aku melupakan kepergian ibuku dan tidak lagi berlarut- larut dalam kesedihan lagi. Setelah mengenalnya aku merasa diriku yang semula redup kini bercahaya kembali. Ayah dan sahabatku Lisa juga merasakan perubahan yang sangat signifikan kepada diriku yang sekarang.
Diriku yang dulu semenjak kepergian ibuku adalah seorang yang pendiam, tak mau pergi kemana- mana kecuali ke restoran tempatku bekerja, dan kuburan ibuku. Lisa lah yang selalu main kerumahku. Dia mengerti keadaanku dan untuk itu dia tidak menuntut untuk aku main ke rumahnya. Aku hanya mau cerita kepada ayah, dan sahabatku Lisa. Selebihnya aku hanya bicara sekedarnya saja kepada orang lain, seperti teman- temanku di retoran.
Andri mengantarku pulang, tepat ketika ayahku tengah menyiram bunga di teras depan rumah. Aku menyuruh Andri pulang. Karena kalau tidak itu akan menjadi salah paham. Pasti ayah akan mengira hubungan kami lebih dari seorang teman.
Kami tidak memakai pembantu, jadi yang mengurus rumah dari dalam sampai keluar rumah adalah aku dan ayah.
“ Aku pulang yah.”
“ Iya sayang, hmmmm.. siapa lelaki yang mengantarmu pulang nak ? Kenapa tak dikenalkan kepada ayah ?” Tanya ayah penasaran. Kerena dari dulu aku tak pernah dekat dengan lelaki.
“ Cuma teman ayah, namanya Andri.”
“ Oh.. lelaki itu yang membuatmu tidak menggunakan motormu lagi ke kantor, karena telah di antar jemput oleh dia ya ?“ Ledek ayah kepadaku.
“ Ihh.. ayah apaan sih!!” Jawabku dengan muka memerah.
 “ Hahahha Putri-Putri, iya ayah ngerti kok. Ayah juga tidak akan mengekangmu untuk bergaul dengan teman- temanmu. Kamu kan sudah dewasa, sudah bisa membedakan baik dan buruk ayah yakin itu.” Sambil tersenyum, lalu melanjutkan menyiram bunga kembali.
 Iya ayah, Putri ke kamar ya yah capek nih.” Tukasku sambil berlali ke atas.
“ Iya sayang.”

***

Aku mengacak- ngacak rambutku dengan handuk kering, agar air di rambutku meresap ke handuk.
Kring... kring.. ponselku berbunyi di atas meja, dekat tumpukan- tumpukan berkas- berkas, dan map- map, serta pena, spidol yang berserakan di atas meja. Butuh waktu untuk menemukan keberadaan ponselku. “Ini dia.” Batinku. Aku lihat di layar ponselku Andri memanggil. Segera ku angkat dengan penuh senyuman.
“ Halo.” sapanya.
“ Iya halo, ada apa Ndri? “Tanyaku dengan penuh rasa ingin tahu.
“ Besokkan minggu, aku ingin jalan deganmu, bisa ?”
“Ha?? Dia mengajakku jalan ? Jantungku terasa berdebar cepat, badanku merasakan hawa panas yang mengitari tubuhku. Aku tak percaya ini, aku sungguh bahagia bukan kepalang. Tapi, eits kenapa harus sebahagia ini? Aku tak mengerti ya sesama teman juga bisa jalan, kenapa fikiraku berlebihan begini ? Atau jangan- jangan aku sudah menaruh hati padanya? Oh tidak mungkin, yang benar saja. Dia hanya teman Putri, dan dia tak akan mengagapmu lebih. Tapi aku harus mengakuinya, saat bersama dia aku merasa nyaman. Apakah ini namanya jatuh cinta ?” Ucapaku dalam hati.
“ Oh iya, bisa kok Ndri. Jam berapa ?.” Tanyaku.
“ Hmmmm jam 9, besok aku jemput oke ?”
“ Oke .” Jawabku mantap.
Aku pusing memelih baju mana untuk ku kenakan besok. Tanpa fikir panjang aku segera menelpon Lisa dan meminta bantuannya, Lisa memeng handal soal pakaian. Lisa segera ke rumahku.
“ Sepertinya ada yang sedang kasmaran nih ?” Ledeknya padaku.
“ Ih.. apaan sih!” Jawabku malu.
“ Tuh.. tuh mukamu merah, hahahaha kau tak bisa membohongiku sahabat!” Ucap Lisa sembari tangannya menunjuk mukaku.
“ Iya sahabat, aku mengakuinya, puas ?”  Tanyaku dengan marah yang dibuat- buat.
“ Hahaha puas sekali Putri, akhirnya kau tak jadi perawan tua Put.”
“Ihhh sudah ahh.  Lisa!!! Baju mana yang cocok untuk ku kenakan saat jalan bersama Andri nanti ?“. Pekikku
“ Hmmmmm bentar, kayaknya yang ini cocok deh, dress biru dengan pita di pingganya, dan kau gunakan bandana biru ini terlihat manis kau sahabatku.”
“ Ahhh, makasih sahabat your the best.” Aku memeluk Lisa.
Your welcome, sahabat.” Jawabnya seraya membalas pelukanku.

***

Kami memilih bangku B nomor 13 dan 14. Film nya belum mulai, dan akupun masih kepikiran saat dia menjeputku ketika hendak pergi tadi. “ Kamu terlihat berbeda Putri, lebih cantik, rapi dari biasanya”. Ohh kalimat itu selalu ternyiang di telingaku, walau sedikit mengejekku. “ Emangnya aku tidak selalu rapi ya ?  Tanyaku menerawang.
Tanpa aku sadari ternyata filmnya sudah mulai, dan ada sentuhan yang menyentuh hangat tangan kananku setelah ku lihat, Andri memegang tanganku, matanya terpejam sambil meletakkan kepalanya di pundakku.
“ Ah apa yang ku fikrkan! Andri kan takut hantu wajar saja dia bertingkah seperti itu. Dan sebenarnya dia yang salah kenapa memilih film ini. Bodoh!” Batinku sambil mengubur fikiranku yang berlebihan.
Hari sudah menujukkan pukul 13.00 WIB. Andri mengajakku makan di salah satu kedai ice cream di pusat kota. Disana kita bisa memilih ice cream dengan berbagai varian dan degan toping yang berbeda- beda. Andri mengambil ice cream coklat dengan toping kismis, coklat batang yang dipotong kecil- kecil, dan kacang mede diatasnya. Tentunya dia mengambil 2 untuk aku dan dia sendiri.
“ Hmm makan yang dingin- dingin disaat cuaca sedang panas seperti ini memang pilihan yang tepat.” Aku membuka apembicaraan.
“ Hahaha iya tentus saja!”
“ Hmmmm kamu lihat patung itu ....... “
Belum selesai aku menyudahi kalimat itu, Andri mencondongkan badannya ke arahku dan tangannya dengan cepat meraih tisu di depan kami, dan mendaratkan tisu itu di bibir atas dan bawahku yang penuh dengan ice cream yang berantakan.
“Uh, maaf aku hanya ingin membersihkan ice cream itu.” Andri menjawabnya dengan gelepan, dan segera mengakhiri yang dia lakukan barusan.
“ Hmm iya tidak apa- apa kok, hmm .. uhh.. aku yang seharusnya minta maaf, karena telah merepotkanmu tadi.” Jawabku salah tingkah. Pipiku rasanya memerah, hawa panas yang sebelumnya menghinggapiku itu menyergapku kembali. Aku terdiam menatapnya. Ketika aku menatapnya matanya seolah- olah bicara sesuatu kepadaku.
“ Put, Putri..” Panggil andri membuyarkan lamunanku.
“ Hmm iya Ndri ada apa.” Jawabku kaget.
“ Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat.”
“Kesuatu tempat ?” Kalimat itu aku ulangi lagi sambil mengeryitkan dahi seperti kebigungan.
“ Ayolah ikut saja denganku “. Setelah membayar ice cream, Andri berlari menarik tanganku, sepertinya tempat yang Andri maksudkan itu tidak jauh dari kedai ice cream tadi, kami hanya perlu berlari mencapai tempat itu, dan ternyata tempat itu adalah .....
Taman, yang di tengahnya ada kolam yang bentuknya lingkaran lebar, diatasnya ada patung cewek dan cowok sedang bertatapan, dan di sekeliling patung itu ada air mancur. Di samping kolam ada bunga mawar merah hati yang menegilingi kolam itu. Di dalam kolam ada ikan mas yang berwarna kuning keemasan yang tampaknya bahagia karena memiliki rumah seindah ini. Di sekeliling taman ada pohon yang rimbun meneduhi tempat- tempat duduk di bawahnya. Di setiap jalan menuju tempat duduk itu di kanan dan kirinya terdapat bunga- bungaan yang memegari jalan itu. Di sudut kanan dari tempat kami berdiri ada arena bermain anak- anak yang kini lagi sepi. Tidak bukan arena bermain anak saja yang sepi di sekeliling tamanpun demikian. Seperti taman ini sudah di booking untung kami berdua saja.
Aku masih terkesima melihat indahnya taman ini.
“Ini namanya Taman Florista, taman ini di buat enam bulan yang lalu, dan baru hari ini taman ini di buka untuk umum. Untuk itu aku mengajakmu kemari untuk melihat taman ini.”
“ Hmmm begitu.” Aku mengangguk tanda mengerti.
“Putri ....” Andri menapku lekat- lekat, dia menggenggam kedua tanganku. Dan ini kali ketiga aku merakan perasaan hawa panas kembali menergapku, tapi kini rasa itu semakin kuat. Aku tak kuasa melihat tatapanya kepadaku.
Apakah ini yang namanya cinta ? Tatapan itu, apakah tatapan bahwa dia berusaha menyakinkan padaku bahwa dia mencintaiku ? Apakah benar begitu ? Jawab.!!!” Hatiku bertanya bertubi- tubi pada logika yang tidak  bisa menjawab.
“ Iya Ndri ?”
“ Aku mencintaimu Putri, aku sayang kamu.”
Kalimat itu seperti membuat semuanya terhenti, membuat mata berhenti berkedip, membuat air mancur tak mampu memancurkan air lagi, membuat ikan berhenti berenang, membuat kupu- kupu berhenti terbang, dan membuat angin tak lagi meniup.
“ Kenapa kau mencintaiku dan sayang padaku Ndri ?”
“Aku tak tahu, yang ku tahu aku tak ingin kehilangan kamu, dan jujur aku ingin selalu berada di dekatmu Putri.” Ungkap Andri seraya menggenggam tanganku lebih erat untuk meyakinkanku.
Dari matanya, sepertinya kalimat yang barusan keluar itu tulus dari hati. Dan cara dia menggenggam tanganku juga menyatakan dia memang tidak main- main atas perkataannya. Aku yakin yang aku ucapkan ini bukan suatu tindakan yang salah, dan dengan yakin aku mencoba untuk mengungkapkan sesuatu kepada pria di depanku itu.
“Andri, aku juga cinta sama kamu, aku juga sayang sama kamu.” Dengan mata berkaca- kaca aku ungkapkan isi hatiku pada Andri, tanpa ku sadari air mata ini jatuh membasahi pipiku. Bukan, ini bukan tangisan kesedihan tetapi ini tangisan kebahagiaan. Karena akhirnya aku bisa merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya dan menemukan lelaki yang mencintaiku dengan sepenuh hati.
“Kenapa menangis Putri.” Tanya Andri yak kuasa melihat air mataku, ia segera menyeka air matakuyang mebasahi pipiku.
“Tidak, apa- apa Ndri. Aku hanya bahagia karena aku sudah tahu bagaimana rasanya jatuh cinta itu.” Ucapku lirih sembari tersenyum kepadanya.
“ Well, kau mau jadi pacarku atau mungkin jadi istriku ?” Tanya Andri kepadaku.
“ Iya Andri.”  Jawabku mantap.

***
Kejadian tadi siang masih terbayang di difikranku. Aku hempaskan badanku di kasur, sambil menatap langit- langit kamar, aku tersenyum membayangkan wajahnya berada disana. Otakku terhenti, rasanya hati dan perasaan cinta ini telah merajai tubuhku. Aku tak bisa memikirkan yang lain, hanya ada Andri, Andri, dan Andri.
Aku segera menelpon Lisa dan memberitahu dia bahwa kami sudah resmi pacaran. Tentu saja di sangat antusias mendengarnya. Dia memang sahabat yang selalu ada dalam suka dan duka.
Aku segera mencari ayah dan menceritakan nya juga kepada ayah, ayah ingin bertemu dengan Andri. Ya, untuk mencoba mengenal lebih jauh dengan Andri.
“ Besok, suruh dia main ke rumah ya Put!.” Teriak ayah dari bawah.
“ Iya yah, setelah pulang kerja, nanti Putri ajak main ke rumah.” Teriakku sembari menaiki anak tangga menuju kamar.
Kring.. Kring.. ponselku berbunyi. “Andri memanggil.” Aku baca layar ponselku dalam hati. Dengan sigap langsung aku angkat.
“ Halo.. Bulan hatiku“. Ucap Andri di seberang telpon.
“ iya halo, eh apa barusan kamu bilang ?”  Tanyaku heran.
“Bulan hatiku, kenapa ? Kan kita sudah pacaran jadi bebas dong aku mau panggil kamu dengan sebutan apa !” Tukasnya jahil.
“Hahaha iya iya Bintang hatiku.” Ucapku tersenyum. Jujur aku menyukai panggilan itu. Dan aku juga membuat panggilang untuknya “ Bintang.”
Panjang lebar yang kami bicarakan di telpon dan di akhiri..
“ Yaudah tidurlah sayang, sudah malam. Good night, I love you.” Ucapnya manis.
“ Iya sayang, good night. I love you too.” Ucapku tak kalah manis.
Ini akan jadi menjadi sejarah bagi hidupku. Cinta pertama.

***

Aku buatkan teh untuk Andri dan ayah yang sedang mengobrol di teras depan rumah.
“Ini tehnya di minum Ndri, spesial aku yang buat lho.” Ucapku seraya tersenyum kepada kekasihku itu.
“ Dan ini spesial untuk ayahku tercinta.” Ucapku sembari memeluknya.
“ Aku enggak di peluk juga nih?” Tanya Andri bercanda.
“ Hushh!!! Kerja dulu yang bener !!” Ucap ayah mengagetkan Andri.
“ Hahahaha dengerin tu Ndri !” Tukasku menyudutkannya.
“ Iya om, aku udah kerja yang bener kok.” Jawab Andri mantap.
“ Enggak usah panggil om, panggil ayah saja nak andri.”
“ Eh iya yah maksud saya gitu.” Ucap  Andri masih janggal dengan kata itu, tapi akhirnya nyaman juga.
Kring.. kring.. telpon Andri berbunyi.
“ Maaf yah, Put. Aku ada telpon, saya permisi sebentar.” Langkah Andri menjauh dari aku dan ayah.
“ Iya bu, Andri lagi di rumah Putri bu, iya Andri sebentar lagi pulang, ibu jangan kemana- mana, entar Andri yang ngantar ibu.” Andri memang anak yang sopan dan menurut kepada orang tuanya.
Ayah Andri jarang berada di rumah, dia sangat sibuk dengan bisnisnya di luar kota. Sehingga dia tidak punya waktu banyak kepada keluarganya. Ibu Andri sudah berumur separuh baya sama seperti ayahku. Ibu Andri ingin pergi belanja ke supermarket. Persediaaan bahan makanan dan sayuran sudah habis.
“ Hmm ayah aku pamit pulang dulu ya, ibu mau belanja jadi saya harus mengantarnya.” Ucap Andri sopan.
“ Iya nak Andri, hati- hati ya.” Jawab ayahku.
Andri datang dan menghampiriku “Maaf aku Cuma bisa sebantar, tapi kalau ada waktu aku pasti lama main di rumah kamu, aku janji !” Ucapanya serius kepadaku.
“ Iya Ndri “. Jawabku sambil tersenyum.
Langkahnya semakin mejauh dari pandanganku, dia segera menaiki mobil avanza hitamnya itu. Dan akhirnya pergi.
***

Aku tak meyangka hal ini akan terjadi pada Andri, kekasihku. Andri kecelakaan mobilnya menabrak pohon besar yang berada di pinggir jalan, sebelumnya dia mengelak dari pengendara motor yang melaju kencang dari arah yang berlawanan. Ibunya meninggal sabuk pengaman yang tidak terkunci kuat membuat kepalanya terbentur keras ke kaca depan mobi. Andri masih koma, sampai pagi ini dia belum sadarkan diri. Aku tidak bekerja hari ini, aku sudah minta izin 3 hari untuk menemani Andri di rumah sakit. Dan untungnya pihak kantor mengizinkannya.
“Andri.. kamu sudah sadar ?” Tanyaku kepadanya yang sudah bisa membuka mata walaupun tak bicara, kepadaku.
Dia mengelus rambutku secara perlahan. Dia tersenyum dan mencoba mengucapkan sesuatu.
“Bulan, sejak kapan kamu disini menemaniku ?” Tanyanya lirih.
“Itu tak penting sayang, yang penting kamu sembuh. Kamu tenang saja, aku akan selalu disini menjagamu Bintang “. Jawabku seraya menggenggam erat tangannya yang lemah.
Aku tak kuasa melihat keadaanya. Pria yang begitu kuat kini terbaring lemah di kasur, untuk mengucapkan sepatah katapun rasanya dai tak mampu. Pria yang selalu melindungku, dan menjagaku, yang sepertinya tak kenal lelah itu kini rapuh. Air mataku tak terbendung lagi, ingin rasanya aku berteriak. “Aku tak ingin melihat dia seperti ini. Aku takut kehilangan dia, aku takut kehilangan orang yang ku cintai.”Batinku berteriak.
Dengan perlahan tangannya yang lemah menyeka air mataku, dia buat senyum di bibirnya yang kering itu. Seraya dia berkata
“Bulanku, sudah tak usah kau fikirkan tentang keadaanku, mungkin ini balasan dari tuhan untukku.” Ucapnya lirih disertai dengan raut muka bersalah.
“Balasan dari tuhan ? Apa maksud dari ucapannya itu, aku tak mengerti.” Bisikku dalam hati dengan penuh kebingungan.
“Apa maksudmu sayang? Aku tak mengerti.”
Dia menggenggam tanganku lebih erat, mukanya beralih menghadap jendela. Dahinya mengerut seakan mencoba mengingat sesuatu. Dan akhirnya barulah dia mencerikan maksud dari ucapannya tadi.
“Malam itu, aku sedang mabuk berat. Ayahku sebenarnya di luar kota bukan karena urusan bisnis. Tapi karena dia menikah dengan wanita lain, dia telah meninggalkan aku dan ibu. Ibu memang sudah tua, mungkin itu alasan kenapa ayah meningglkannya. Saat dalam perjalanan pulang aku merasa mataku remang- remang, aku sudah tak fokus melihat ke jalan. Di depanku ada seorang ibu- ibu tengah mengendarai motor. Aku berusaha mengelak untuk tidak menyenggolnya ataupun menabraknya. Tapi karena efek mabuk itu masih mempengaruhiku, aku tak menyadari bahwa aku telah menyenggol stang motornya. Aku ketakutan, aku telah berbuat kesalahan yang besar. Karena kesalahanku, ibu- ibu itu akhirnya menabrak truk dan dia meninggal. Aku yang tengah ketakutan dan melihat jalanan masih sepi, akhirnya kau kabur dari tempat kejadian itu. Jujur hingga saat ini aku merasa bersalah. Dan ini mungkin adalah karma yang aku dapatkan.” Kata Andri dengan penuh rasa bersalah.
Aku tak tak bisa berkata-kata saat mendengar cerita Andri. Ya, wanita yang dia tabrak itu adalah ibuku sendiri. Dadaku terasa di hujam oleh pisau. Hatiku terluka. Aku tak kuasa aku menagis sejadi jadinya. Wanita yang kusayangi kini telah tiada akibat pengendara avanaza hitam yang gila itu. Sudah lama aku mencari keberadaan pengendara gila itu. Dan akhirnya aku menemukan dia. Dan ternyata dia adalah pria yang aku cintai. Bagaimana mungkin ini terjadi? Sepertinya rasa dendam dan amarahku lebih besar. Aku sangat menyayangi ibuku lebih dari apapun di dunia ini.
Aku tepis tangan Andri yang coba menggenggam erat tanganku. Andri melihat ke arahku dengan raut muka heran.
“ Ada apa sayang ?” Tanya Andri Heran.
“ Kau tau, siapa wanita yang kau bunuh itu ?” Tanyaku marah dengan nada suara ditekan.
Andri kaget melihat cara bicaraku yang lembut kini berubah menjadi kasar, tapi dia berusaha menjawab dengan lembut.
“ Tidak, aku tidak kenal wanita itu sayang, emangnya ada apa?” Jawab Andri.
“Wanita itu adalah ibuku !!! Kau, kau, telah membunuh ibuku, kau pembunuh!! “Amarahku meledak, aku menagis sejadi- jadinya. Mulai detik itu aku membencinya. Ya, membenci pria yang kucintai.
“Sayang, dengarkan aku! Aku sungguh tak bermaksud begitu pada ibumu.Saat itu fikirabku sedang kacau.”
“Saat kau menabrakku, kau juga berkata demikian kan? Atau jangan- jangan setelah membunuh ibunya, kau ingin membunuh anaknya?” Tanyaku menyudutkannya.
“Sayang maafkan aku, maafkan aku sayang.” Ucap Andri lirih.
“ Aku mau kita putus!”
Andri terdiam, air matapun keluar dari sudut matanya. Aku melihat sebuah penyesalan di dalam dirinya. Tapi kebencianku terhadap perbuatannya kepada ibuku menguasai diriku. Setelah mengatakan itu, aku pergi meninggalkannya di ruangan itu sendirian. Ruangan itu agak menyudut jadi tidak kedengaran saat kami bertengkar tadi.

***
Hari ini ibu Andri di makamkan, aku tidak pergi melihat pemakamannya. Aku puas dia telah membuat ibuku meninggal dan akhirnya dia kehilangan ibu juga.
“ Put, kenapa matamu sembab begitu?” Tanya Lisa khawatir.
“ Lis, kau ingat kematian ibuku kan? Kau ingatkan aku sangat membenci pengendara avanza hitam itu ?.” tatapan ku tajam ke arah Lisa.
“ Iya aku tidak lupa akan hal itu .”
“Pengendara gila itu adalah Andri Lis, pacarku sendir! Pertama kali aku bertemu dengannya saata itu dai menabrakku persis apa yang dai lakukan kepada ibuku, aku menggap itu hanya kebetulan saja. Tapi teryata itu adalah sebuah peyunjuk, aku tak menyadarinya. Hingga tiba Andri menceritakan sesuatu kepadaku. Dan ternyata dia pembunuhnya Lis!” Tangisku kembali pecah, “Kenapa harus dia yang melakukannya, kenapa Lis?” Tanyaku semabri memeluk Lisa.
“ Putri, itu sudah jadi takdir tuhan .”
“ Tapi kenapa takdir itu begitu buruk kepadaku, sementara orang lain tidak .”
“Putri, ini cobaan, cobaan untuk kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi.” Ucap lisa menenangkanku.
“Cobaan? Kalau begitu semua hidupku adalah cobaan !! Aku benci hidup ini, aku benci!” Aku meronta, aku melepaskan pelukan Lisa. Aku kehilangan arah, aku terpuruk, aku bingung harus bagaimana.
“ Lis, aku mau sendiri dulu.” Ucapku bergetar  ke arah Lisa.
“ Iya Put, aku akan pulang.” Putri segera melangkahkan kakinya menjauhi kamarku.
Setelah makan malam aku menceritakan semuanya kepada ayah. Tapi anehnya ayah tidak marah sedikitpun.
“ Putri, anakku..” Seraya mengusap air mataku.
“ Iya ayah .” Ucapku sembari tersenyum.
“Ayah mengajarkanmu mejadi pribadi yang pemaaf nak, tak seharusnya kau berbuat demikian terhadap Andri. Semua ini bukan kemauan Andri, bukan kemauan kita, dan bukan kemauan ibumu nak. Tapi ini takdir. Ini kehendak yang maha kuasa. Semuanya sudah di atur nak. Jodoh, kematian, rizki. Itu semua yang maha kuasa sudah mengaturnya dengan rapi. Dan setiap perbuatan baik maupun jelek itu pasti akan ada balasannya nak. Percayalah .”
“ Jadi, perbuatan Putri ke Andri salah ya yah.” Tanyaku penuh rasa bersalah.
“Kamu seharusnya memaafkannya nak, pasti ibu disana tersenyum melihat kau berbuat demikian.” Jawab ayah penuh kehangatan.
“Iya yah, kalau putri sudah siap, Putri akan minta maaf kok sama Andri .” Kataku sembari memeluk ayah.

***
“ Putri.. ada tamu nak!” teriak ayah dari bawah.
“Iya yah, sebentar aku lagi nyari kunci motorku.” Berteriak sambil mencari keberadaan kunci motorku di bawah kertas- kertas berserakan. Memang kamarku tak pernah rapi, tapi kalau ada Lisa main ke kamarku pasti dia yang membereskannya. Dia paling tidak tahan melihat yang berantakan.
Kunci motorku akhirnya ketemu di bawah bantal. Lalu segera ku turuni anak tangga menemui tamuku yang sudah datang sepagi ini ke rumah. Langkahku terhenti melihatnya. Dia pria yang sudah dua bulan tak ku temui. Terakhir aku menemui dia saat dia baru terbangun dari komanya 3 hari. Dan saat itu dia terlihat sangat lemah. Tapi, kini dai kembali seperti dulu. Dia kini telah sehat, jauh bedanya saat dia baru bangun dari komanya dua bulan silam.
“Putri Deswita, Bulanku.” Ucapnya di ambang pintu rumahku, seraya terpancar sebuah kerinduan dari suara dan sebutan itu.
“ Iya, Bintang hatiku.” Ucapku membalas.
Aku melangkah mendekatinya penuh dengan rasa rindu dan bersalah telah tega meninggalkannya. Andri  juga melangkah mendekatiku. Hingga tersisa satu langkah di hadapan kami berdua. Dia menggenggam erat kedua tanganku sama seperti yang ia lakukan di Taman Florist waktu itu. Dan untuk kesekian kalinya rasa cinta itu mulai bersemi kembali saat dia menatapku penuh rindu.
“Putri sayang, maafkan aku atas kejadian itu.” Mukanya memelas.
“Andri, sudah.. Tak usah kau fikirkan lagi kejadian itu, yang berlalu biarlah berlalu. Kini aku sudah mengiklaskannya sayang.” Jawabku tersenyum.
“ Terima kasih sayang.” Dia menggenggam tanganku lebih kuat.
“ Kembali.” Ku lepaskan tanganku segera ku cubit hidung mancungnya itu dengan manja.
“ Ihh Putri!” Pekiknya kepadaku.
Aku tak meyadari ternyata sedari tadi ayah memerhatikan kami berdua. Ah tidak apa. Toh dia juga bahagia melihatku bahagia.

The End