“Cinta
menghapus kesedihanku”
Hari itu begitu terasa membosankan untukku. Bagiku semua
hari terasa sama, ya memang setiap harinya berbeda- beda nama, tapi tetap sama
saja rasanya tak ada bedanya bagiku. Ya tentu saja hanya bagiku seorang.
Hal pertama yang mebuatku begini karena “ Dia” . Dia
yang ku maksud adalah ibuku, wanita itu membuat aku dan ayahku selalu
merindukannya. Bagaimana tidak semenjak kepergiannya aku hanya tinggal berdua
saja dengan ayahku di rumah. Tapi apa boleh buat suatu musibah telah menimpanya.
Saat itu hari sudah larut malam, jalanan sudah sepi
kira- kira jam sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB. Ibu baru pulang dari rumah
nenek sehabis menjeguknya. Ayah dan aku tidak bisa menjeputnya karena kami
sedang liburan di luar kota. Ibu sengaja tidak iku karena tidak ada yang
menjaga rumah. Ya kami hanya bertiga. Aku, ayah dan ibu.
Dalam
perjalanan pulang tiba- tiba saja dari arah berlainan datang mobil avanza hitam
yang melaju dengan kecepatan tinggi, mobil itu menyenggol stang kiri motor mio merah
ibu. Itu menyebabkan ibu hilang keseimbangan dan tanpa ia sadari ada truk yang
sedang melaju cepat di sebelah kanannya. Dan akhirnya ibu menabrak truk itu dan
terseret sejauh 4 meter.
Pada saat itu
ibu masih setengah sadar tapi ketika menuju UGD ibu kehabisan darah dan
akhirnya meninggal. Aku pun belum sempat mengucapkan kalimat terakhir untuknya.
Jika teringat kejadian yang milukan itu ingin rasanya aku mencari pengendara
mobil avanza hitam yang telah menyebabkan kematian ibuku itu. Aku masih menyimpan
dendam kepada pengendara tak bertanggung jawab itu!.
Yang kedua adalah cinta. Itu kata- kata yang sering
kudapati pada sebuah novel, film, dan cerita sahabatku Lisa. Dan aku sendiri ?
Oh jangan tanyakan kepadaku, aku tentu saja tidak mengetahui apa itu cinta,
cinta sejati dan sebagainya. Yang pernah kudapati adalah kasih sayang, ya kasih
sayang ayah, ibu dan kasih sayang sahabat saja. Dan itu bagiku sudah lebih dari
cukup.
Itulah sebabnya aku selalu termenung di balkon luar
kamarku. Aku duduk pada kursi rotan berbentuk bulat dan dengan kaki yang
tinggi. Kakiku ku taruh di anak kaki kursi rotan itu. Dengan tangan kanan
menopang dagu, seraya tak lepas- lepas ingatanku pada sosok wanita itu. Padahal
sudah genap enam bulan pasca kematiannya, tapi hingga saat ini aku masih belum
merelakan kepergiannya yang terasa begitu cepat. Dan sampai detik ini dendam ku
pada pengendara avanza hitam itu belum luntur.
Lisa adalah sahabatku. Rumahnya tepat disamping
kanan rumahku. Kami memang bersahabat sejak kecil, dan kami selalu satu sekolah
hingga dibangku kuliah. Setelah tamat kuliah dia bekerja di salah satu
perusahaan swasta di kota ini, dia sungguh beruntung. Sedangkan aku menjadi
seorang pelayan di salah satu restoran di kota ini. Lisa sahabat yang baik, dia
selau mau mendengarkan keluhanku dan selalu ada di saat aku bahagia mapun duka.
Saat kepergian ibu, dia rela menginap di rumahku di tujuh hari pertama
kepergian ibu. Agar selalu bisa
menghiburku. Dia memang sahabat terbaikku.
“Putri..
Put..Putri..!!.” Teriak Lisa memangilku dari bawah. Sepertinya dia ada sesuatu
yang penting untuk disampaikan padaku, karena tidak pernah dia sesemangat ini
menemuiku.
“Iya
Lis, ada apa?.” tanyaku penuh rasa penasaran.
“Sebentar
aku ke atas ya!.” Tteriaknya lagi.
“Iya
Lis.” Jawabku.
Tokk
.. tok.. tok.. Lisa mengetuk pintu kamarku dengan tergesa- gesa.
“Iya
sebentar Lis, sabar dong.” Akun pun berlari sembari membukakan pintu kamarku.
“Uh..
anu Put, anu.. .” Ucapnya sambil terengah- engah.
“Ada
apa Lisa? “ Tanyaku heran.
“Aku
ada lowongan pekerjaan untukmu, nih!” Seraya sambil mengasih secarik kertas
yang berisikan iklan lowongan perkerjaan di sebuah kantor stasiun televisi
lokal. Di sana tertulis di butuhkan reporter.
“Wah,
ini cita- citaku Lis! Akan ku coba ini, terima kasih sahabat, setidaknya kalau
aku keterima kerja disana otomatis gelar pelayanku terlepas hahahahaha.” Tawaku,
serta memeluk Lisa untuk rasa terima kasih kepadanya.
“Hahaha..
Iya sama- sama sahabat.” Ucap Lisa sambil
membalas pelukanku.
Ya. Sejak tamat kuliah aku belum menemukan pekerjaan
yang cocok untukku. Menjadi pelayan di restoran ternama sebenarnya tidak buruk
dan gajinya pun lumayan. Tapi aku harus mencari pekerjaan yang lebih baik lagi
untuk hidupku ke depannya, dan itu tentu saja bukan cita- citaku, dan tentu
saja tidak sejalan dengan title S. PdI ku itu.
***
Drumm.. drumm suara mesin motor beat biruku terdengar
di bagasi rumah, aku sedang memanasi mesinya. Ya, hari ini aku akan mencoba
melamar pekerjaan di kantor stasiun televisi lokal yang tempo hari Lisa tunjukkan
kepadaku, setelah memasukkan berkas- berkas, dan surat lamaran pekerjaanku di
dalam tas, dalam hati aku berdoa “ Semoga saja diberi kelancaran, Amin”. Aku
langsung tancap gas menuju kesana.
Beberapa menit kemudian aku sudah berada di alamat
yang tertera di kertas itu. Tapi untuk memastikan apakah benar alamatnya
disini, aku segera merongoh kantong kiri celanaku. Karena terlalu sibuk mencari
kertas itu aku tidak menyadari motor yang ku kendarai sedikit oleng, dan tiba-
tiba dari arah belakang datang avanza hitam yang sepertinya juga tidak melihat
aku yang berada didepannya. Dan ...
Citt..Gubrakkk..drumm..
Mobil avanza hitam itu menyenggol stang kiriku
hingga aku menjadi semakin hilang keseimbangan. Dan akhirnya aku jatuh tepat di
depan mobil itu. Mobil itu segera mengerem, pengendara mobil itu keluar dan
segera menolongku. Dia sepertinya pria yang baik, setelah ku lihat wajah
cemasnya ketika melihat keadaanku. Tapi sejujurnya tidak sepenuhnya salah dia
sih.
Dan untungnya aku tidak mengalami cidera yang parah hanya
luka- luka saja di tangan dan di lututku. “Oh tidak motorku, spion kiriku
sepertinya patah, akibat terjatuh tadi. Dan mobil avanza hitam itu, yang
pastinya lecet juga. Mobil itu, mobil avanza hitam. Kejadian ini sepertinya
mengingatkan aku kepada sesuatu. Ya, pada kecelakaan yang menimpa ibuku enam
bulan yang lalu, dan sekarang terjadi juga kepadaku. Ah hanya kebetulan saja “
Batinku.
Pria yang menabrakku tadi memapahku masuk ke kantor
stasiun televisi itu. “Hmmmm mungkin dia juga bekerja disini.” Fikirku. “Tapi karyawan
disana sepertinya terlihat sangat akrab dan bersikap sopan kepada pria yang
menabrakku itu. Mereka mengucapkan selamat pagi dengan ramah, dan ya yang
pastinya menanyakan aku yang sedang di
papahnya itu, dia bilang dia tak sengaja menabrakku dan ingin mengobatiku. Hmm
pria yang bertanggung jawab.” Batinku.
“Eits, tunggu dulu apakah dia bos, atau orang
yang berperan penting di kantor ini?” Tanyaku dalam hati. Semua orang disini begitu
sopan terhadapnya. “ Hahaha jika memang benar ini kesempataku untuk membuat dia
menerima ku bekerja disini, sebagai permintaan maaf kaena dia telah menabrakku,
hahahaha.” Tawaku dalam hati dengan senyum kemenangan.
Aku merasakan pedih saat luka dilututku bersentuhan
dengan kapas yang basah setelah lumuri oleh betadint. Itu membuat ku terkejut
dan membuyarkan lamunanku. Tiba- tiba saja aku menjerit kesakitan. “Ups pedih
tau, pelan- pelan !.” Teriakku. Untungnya kami di sebuah ruangan, jadi
teriakanku barusan tak terdengar oleh karnyawan- karyawan disini.
“ Sorry,
aku tak bermaksud menyakitimu.” Jawab pria itu yang mencoba mengobati luka-
lukaku.
“
Kamu tadi sengaja ingin membunuhku ya ?.” Ucapku seraya menunjuk mukanya dengan
telunjukku, dengan tatapan tajam.
“
Hei, aku masih waras! Kejadian tadi aku minta maaf, aku tak bermaksud berbuat demikian,
fikiranku lagi kacau. Dan saat itu kamu juga lagi tak fokus ke jalan kan? Jadi
bukan sepenuhnya salahku dong.” Balasnya.
“Huh,
sudah salah tak mau mengaku! Minta maafmu pun sepertinya tanpa rasa bersalah.”
Ucapku kesal.
Dia
melihat tangan kiriku, bukan dia bukan melihat tangan kiriku yang sedang
terluka melainkan melihat apa yang sedang aku pegang. Dan dia merebutnya
dariku.
“Hei,
kembalikan itu padaku!.” Ucapku kesal.
“Hmmm,
jadi tujuanmu kesini, ingin melamar menjadi reporter ya? Well, aku siap
membantu sebagai ucapan maaf ku, bagaimana ?”
Tentu
saja aku sangat senang mendengarnya, dan itu sesuai dengan apa yang aku
fikirkan tadi.
“
Hmmm.. benarkah ?”
“
Iya, hmm sorry siapa namamu ? Namaku Andri, Andri Kencana Putra.” Dia menjabat tanganku.
“
Putri, Purti Deswita.” Jawabku sambil tersenyum, sembari membalas jabatan
tangannya.
“
Oke, karena keadaanmu tidak memungkinkan untuk berjalan sendirian ke lantai
atas, jadi biar aku saja yang mengantarkan berkas dan surat lamaranmu ke meja
bosku.” Ucapnya.
“
Baiklah, ini dia mapnya, terima kasih ya Andri, Hmm mungkin aku harus
memanggilmu dengan sebutan Pak Andri, sama seperti karyawan- karyawan disini ?”
Tanyaku dengan sedikit ejekan.
“
Hahahaha.. tidak usah berlebihan Andri saja cukup.” Timpalnya.
“
Oke, aku ke atas dulu, aku segera kembali.” Belum sempat dia melangkahkan kaki,
badannya segera berbalik menghadapku lagi. Sepertinya ada sesuatu yang ingin
dia ucpkan lagi.
“
Hei, tapi besok jam 08.00 WIB kau harus kembali lagi kesini, untuk tes di depan
kamera okey ? Hmm tapi keadaanmu?” Tanyanya cemas.
“
Tidak usah khawatir tentang keadaanku,.” Jawabkku enteng.
“
Baiklah. Tukasnya.
Dia
segera menaiki anak tangga dengan gesit hingga menghasilkan bunyi sepatu yang
sedikit ribut, tapi kemudian suara sepatu itu menghilang karena semakin
menjauh.
***
Sudah seminggu dari hari aku melamar kerja itu,
belum juga ada kabar mengenai diterima atau tidak aku bekerja disana.
Hmmmm malam
ini aku begitu lelah banyak sekali pelanggan yang datang ke restoran tempatku
bekerja menginat malam ini malam minggu, ya tentu saja para muda- mudi yang
dominan menjadi pelangganmalam ini, dan pemandangan berdua- duaan itu membikin
aku Ilfeel, karena hingga usiaku yang
sekarang aku belum pernah merasakan jatuh cinta.
Aku sedang bersantai di kasur tiba- tiba ponselku
berbunyi, ada pesan dari nomor tak dikenal. Segera aku baca isi pesan tersebut.
“
Yee!! Akhirnya, aku diterima !! Terima kasih tuhan !! Tak sia- sia doaku selama
ini. Tapi aku tak mengenali nomor itu, ah bukan urusan yang penting tentang
nomor itu mungkin nomor karyawan disana yang mengabarkannya langsung kepadaku
lewat nomor hp yang tertera pada surat lamaran kerjaku tempo hari.” Batinku
girang.
Tidak
berapa lama kemudian, nomor tak dikenal itu menelponku. Tanpa fikir panjang aku
segera mengangkatnya.
“
Halo, dengan Putri Deswita saya berbicara ?.” Tanya seseorang dengan suara
laki- laki yang sepertinya familiar di
telingaku.
“
Iya dengan saya sendiri, maaf dengan siapa saya biacara ?”
“
Ini aku Andri, selamat ya Put kamu diterima di kantor kami.”
“
Iya, makasih. Hmmm makasih juga ya atas bantuanmu kemarin.”
“
Tidak, tentu saja itu atas usahamu sendiri yang membuatmu diterima, aku hanya
sebagai perantaranya saja kok.”
“
Hahaha kamu Ndri, bisa saja.”
“
Hahaha, ehh lusa kamu sudah mulai masuk kerja, ku tunggu di kantor ya.”
“
Oh, oke baiklah, terima kasih atas informasinya Ndri.”
“
Iya sama- sama.”
Tutt..
tutt.. suara telpon terputus.
Aku segera turun ke bawah menghampiri ayah yang
sedang menoton televisi, dia sempat kaget melihat keadaan ku yang sedikit
tergesa- gesa, tapi dengan raut wajah yang gembira. Aku segera menceritakan
tentang diterimanya aku menjadi reporter di sebuah stasiun televisi. Tentu saja
aku tak melupakan jasa sahabatku Lisa yang sudah mau memberitahukan lowongan
pekerjaan ini kepadaku, dan dia bahagia mendengarnya.
Heuh, aku pun segera berbaring di tempat tidurku
yang bersepreikan mickymouse dengan warna hijau dominan itu dan memeluk guling
serta Tedty bear coklat kesayanganku. Aku segera memenjamkan mata, tak sabar menunggu
lusa, pekerjaan baru, tempat kerja baru dan rekan kerja baru. Senyumku.
***
Meliput berita tentang tawuran anak sekolah, aku
langsung berada dalam TKP tersebut untuk
melaporkan berita ini, ya menjadi reporter juga banyak sekali resikonya.
Kita harus meliput di situasi yang mengerikan semacam ini, mau tidak mau nyawa
sebagai taruhannya. Pekerjaan ini cukup memakan energi, tapi setelah beberapa
bulan aku mengerjakan pekerjaan ini, aku cukup menikmati pekerjaan ini.
Aku tidak selalu berada di kantor, dan sebaliknya
Andri selalu berada di kantor. Dia berperan penting dalam stasiun televisi ini.
Jadi wajar jika dia hanya berkutat dengan laptopnya dan duduk rapi di ruagannya
yang nyaman.
Aku memberanikan diri untuk masuk keruangannya,
hanya untuk mengacaukan konsentrasinya. Karena
belakangan ini aku jarang mengobrol lagi dengannya.
“
He em, permisi Pak Andri, toilet dimana ya Pak ?” Tanyaku tanpa mersa bersalah.
“
Eh... siapa yang nyuruh masuk ?” Tanya Andri dengan raut muka marah yang
dibuat- buat.
“
Hmmmmm enggak usah serius amat Ndri, tuh tuh liat muka mu udah sama tu sama
layar monitor mu, hahahaha.” Tawaku lepas.
“
Dasar!! Eh mau enggak nanti sepulang kerja kita makan ?”
“Hmmmmm.. It’s
good idea.”
***
Restoran Ambarakwa. Aku tersenyum- senyum kecil
melihat restoran itu di depanku. Ya tentu saja Andri yang berada di sampingku
kebingungan melihat sikap anehku itu. Lalu kami memasuki restoran itu yang di
sambut baik oleh pelayan disana. Andri segera menuju salah satu meja di sudut
sebelah kanan. Restoran ini dedesain memang untuk kalangan muda, tidak klasik.
Disudut ruanganpun ada panggung untuk band, khususnya untuk band- band indie
yang ingin unjuk gigi.
Andri masih heran kenapa aku sepertinya dekat sekali
dengan pelayan- pelayan di restoran ini, dan sekarang aku masih mengobrol
dengan mereka. Aku telah menagkap sinyal bosan Andri yang sedari tadi sudah
lama menunggu aku. Akupun mendekatinya.
“Sepertinya
kamu dekat sekali dengan para pelayan disini, belakangan ini aku sering ke
restoran ini, bisa dikatakan akusudah jadi langganannya, tapi aku tidak sedekat
itu dengan mereka.” Tanya Andri heran.
“
Hahahaha.. kamu ini, begini aku dulu sebelum bekerja sebagai reporter di kantor
mu itu, aku bekerja disini sama seperti mereka, menjadi pelayan disini.”
Jawabku.
“
Oh.. begitu.” Ucapnya sambil mengangguk- angguk tanda mengerti.
“
Iya Mr. Kepo.” Ucapku sambil memasang raut wajah meledeknya.
“Hahaha,
sudah ah aku kesini karena lapar aku ingin pesan ini, ini, dan ini, cepat
pelayan!” Bentaknya dengan senyum kemenangan.
Aku segera menuju dapur dan mengasih pesanan Andri
dan tentu pesananku ku juga. Aku sengaja
mengantar pesananku sendiri untuk menyapa teman lamaku. Karena aku bukan lagi
pelayan disini, aku tidak perlu mengantarkan makanan- makanan Andri ke meja. Sekarang
aku datang kesini sebagai pelanggan.
***
Aku tidak lagi pergi sendiri ke kantor menggunakan
motorku. Karena Andri sekarang yang mengantarku ke kantor dan pulang. Aku
semakin dekat dengan Andri. Aku sekarang jauh lebih mengenalnya dari saat dia
menabrakku setahun silam. Dengan mengenal Andri membuat aku melupakan kepergian
ibuku dan tidak lagi berlarut- larut dalam kesedihan lagi. Setelah mengenalnya
aku merasa diriku yang semula redup kini bercahaya kembali. Ayah dan sahabatku
Lisa juga merasakan perubahan yang sangat signifikan kepada diriku yang
sekarang.
Diriku yang dulu semenjak kepergian ibuku adalah
seorang yang pendiam, tak mau pergi kemana- mana kecuali ke restoran tempatku
bekerja, dan kuburan ibuku. Lisa lah yang selalu main kerumahku. Dia mengerti
keadaanku dan untuk itu dia tidak menuntut untuk aku main ke rumahnya. Aku
hanya mau cerita kepada ayah, dan sahabatku Lisa. Selebihnya aku hanya bicara
sekedarnya saja kepada orang lain, seperti teman- temanku di retoran.
Andri mengantarku pulang, tepat ketika ayahku tengah
menyiram bunga di teras depan rumah. Aku menyuruh Andri pulang. Karena kalau
tidak itu akan menjadi salah paham. Pasti ayah akan mengira hubungan kami lebih
dari seorang teman.
Kami tidak memakai pembantu, jadi yang mengurus
rumah dari dalam sampai keluar rumah adalah aku dan ayah.
“
Aku pulang yah.”
“
Iya sayang, hmmmm.. siapa lelaki yang mengantarmu pulang nak ? Kenapa tak
dikenalkan kepada ayah ?” Tanya ayah penasaran. Kerena dari dulu aku tak pernah
dekat dengan lelaki.
“
Cuma teman ayah, namanya Andri.”
“
Oh.. lelaki itu yang membuatmu tidak menggunakan motormu lagi ke kantor, karena
telah di antar jemput oleh dia ya ?“ Ledek ayah kepadaku.
“
Ihh.. ayah apaan sih!!” Jawabku dengan muka memerah.
“ Hahahha Putri-Putri, iya ayah ngerti kok.
Ayah juga tidak akan mengekangmu untuk bergaul dengan teman- temanmu. Kamu kan
sudah dewasa, sudah bisa membedakan baik dan buruk ayah yakin itu.” Sambil
tersenyum, lalu melanjutkan menyiram bunga kembali.
“
Iya ayah, Putri ke kamar ya yah capek
nih.” Tukasku sambil berlali ke atas.
“
Iya sayang.”
***
Aku mengacak- ngacak rambutku dengan handuk kering,
agar air di rambutku meresap ke handuk.
Kring... kring.. ponselku berbunyi di atas meja,
dekat tumpukan- tumpukan berkas- berkas, dan map- map, serta pena, spidol yang
berserakan di atas meja. Butuh waktu untuk menemukan keberadaan ponselku. “Ini
dia.” Batinku. Aku lihat di layar ponselku Andri memanggil. Segera ku angkat
dengan penuh senyuman.
“
Halo.” sapanya.
“
Iya halo, ada apa Ndri? “Tanyaku dengan penuh rasa ingin tahu.
“
Besokkan minggu, aku ingin jalan deganmu, bisa ?”
“Ha??
Dia mengajakku jalan ? Jantungku terasa berdebar cepat, badanku merasakan hawa
panas yang mengitari tubuhku. Aku tak percaya ini, aku sungguh bahagia bukan
kepalang. Tapi, eits kenapa harus sebahagia ini? Aku tak mengerti ya sesama
teman juga bisa jalan, kenapa fikiraku berlebihan begini ? Atau jangan- jangan
aku sudah menaruh hati padanya? Oh tidak mungkin, yang benar saja. Dia hanya
teman Putri, dan dia tak akan mengagapmu lebih. Tapi aku harus mengakuinya, saat
bersama dia aku merasa nyaman. Apakah ini namanya jatuh cinta ?” Ucapaku dalam
hati.
“
Oh iya, bisa kok Ndri. Jam berapa ?.” Tanyaku.
“
Hmmmm jam 9, besok aku jemput oke ?”
“
Oke .” Jawabku mantap.
Aku
pusing memelih baju mana untuk ku kenakan besok. Tanpa fikir panjang aku segera
menelpon Lisa dan meminta bantuannya, Lisa memeng handal soal pakaian. Lisa
segera ke rumahku.
“
Sepertinya ada yang sedang kasmaran nih ?” Ledeknya padaku.
“
Ih.. apaan sih!” Jawabku malu.
“
Tuh.. tuh mukamu merah, hahahaha kau tak bisa membohongiku sahabat!” Ucap Lisa
sembari tangannya menunjuk mukaku.
“
Iya sahabat, aku mengakuinya, puas ?” Tanyaku dengan marah yang dibuat- buat.
“
Hahaha puas sekali Putri, akhirnya kau tak jadi perawan tua Put.”
“Ihhh
sudah ahh. Lisa!!! Baju mana yang cocok
untuk ku kenakan saat jalan bersama Andri nanti ?“. Pekikku
“
Hmmmmm bentar, kayaknya yang ini cocok deh, dress biru dengan pita di
pingganya, dan kau gunakan bandana biru ini terlihat manis kau sahabatku.”
“
Ahhh, makasih sahabat your the best.”
Aku memeluk Lisa.
“
Your welcome, sahabat.” Jawabnya
seraya membalas pelukanku.
***
Kami
memilih bangku B nomor 13 dan 14. Film nya belum mulai, dan akupun masih
kepikiran saat dia menjeputku ketika hendak pergi tadi. “ Kamu terlihat berbeda
Putri, lebih cantik, rapi dari biasanya”. Ohh kalimat itu selalu ternyiang di
telingaku, walau sedikit mengejekku. “ Emangnya aku tidak selalu rapi ya ? Tanyaku menerawang.
Tanpa
aku sadari ternyata filmnya sudah mulai, dan ada sentuhan yang menyentuh hangat
tangan kananku setelah ku lihat, Andri memegang tanganku, matanya terpejam
sambil meletakkan kepalanya di pundakku.
“
Ah apa yang ku fikrkan! Andri kan takut hantu wajar saja dia bertingkah seperti
itu. Dan sebenarnya dia yang salah kenapa memilih film ini. Bodoh!” Batinku
sambil mengubur fikiranku yang berlebihan.
Hari
sudah menujukkan pukul 13.00 WIB. Andri mengajakku makan di salah satu kedai ice
cream di pusat kota. Disana kita bisa memilih ice cream dengan berbagai varian
dan degan toping yang berbeda- beda. Andri mengambil ice cream coklat dengan
toping kismis, coklat batang yang dipotong kecil- kecil, dan kacang mede
diatasnya. Tentunya dia mengambil 2 untuk aku dan dia sendiri.
“
Hmm makan yang dingin- dingin disaat cuaca sedang panas seperti ini memang
pilihan yang tepat.” Aku membuka apembicaraan.
“
Hahaha iya tentus saja!”
“
Hmmmm kamu lihat patung itu ....... “
Belum
selesai aku menyudahi kalimat itu, Andri mencondongkan badannya ke arahku dan
tangannya dengan cepat meraih tisu di depan kami, dan mendaratkan tisu itu di bibir
atas dan bawahku yang penuh dengan ice cream yang berantakan.
“Uh,
maaf aku hanya ingin membersihkan ice cream itu.” Andri menjawabnya dengan
gelepan, dan segera mengakhiri yang dia lakukan barusan.
“
Hmm iya tidak apa- apa kok, hmm .. uhh.. aku yang seharusnya minta maaf, karena
telah merepotkanmu tadi.” Jawabku salah tingkah. Pipiku rasanya memerah, hawa
panas yang sebelumnya menghinggapiku itu menyergapku kembali. Aku terdiam
menatapnya. Ketika aku menatapnya matanya seolah- olah bicara sesuatu kepadaku.
“
Put, Putri..” Panggil andri membuyarkan lamunanku.
“
Hmm iya Ndri ada apa.” Jawabku kaget.
“
Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat.”
“Kesuatu
tempat ?” Kalimat itu aku ulangi lagi sambil mengeryitkan dahi seperti
kebigungan.
“
Ayolah ikut saja denganku “. Setelah membayar ice cream, Andri berlari menarik tanganku,
sepertinya tempat yang Andri maksudkan itu tidak jauh dari kedai ice cream
tadi, kami hanya perlu berlari mencapai tempat itu, dan ternyata tempat itu
adalah .....
Taman,
yang di tengahnya ada kolam yang bentuknya lingkaran lebar, diatasnya ada
patung cewek dan cowok sedang bertatapan, dan di sekeliling patung itu ada air
mancur. Di samping kolam ada bunga mawar merah hati yang menegilingi kolam itu.
Di dalam kolam ada ikan mas yang berwarna kuning keemasan yang tampaknya
bahagia karena memiliki rumah seindah ini. Di sekeliling taman ada pohon yang
rimbun meneduhi tempat- tempat duduk di bawahnya. Di setiap jalan menuju tempat
duduk itu di kanan dan kirinya terdapat bunga- bungaan yang memegari jalan itu.
Di sudut kanan dari tempat kami berdiri ada arena bermain anak- anak yang kini
lagi sepi. Tidak bukan arena bermain anak saja yang sepi di sekeliling tamanpun
demikian. Seperti taman ini sudah di booking untung kami berdua saja.
Aku
masih terkesima melihat indahnya taman ini.
“Ini
namanya Taman Florista, taman ini di buat enam bulan yang lalu, dan baru hari ini
taman ini di buka untuk umum. Untuk itu aku mengajakmu kemari untuk melihat
taman ini.”
“
Hmmm begitu.” Aku mengangguk tanda mengerti.
“Putri
....” Andri menapku lekat- lekat, dia menggenggam kedua tanganku. Dan ini kali
ketiga aku merakan perasaan hawa panas kembali menergapku, tapi kini rasa itu
semakin kuat. Aku tak kuasa melihat tatapanya kepadaku.
Apakah
ini yang namanya cinta ? Tatapan itu, apakah tatapan bahwa dia berusaha
menyakinkan padaku bahwa dia mencintaiku ? Apakah benar begitu ? Jawab.!!!”
Hatiku bertanya bertubi- tubi pada logika yang tidak bisa menjawab.
“
Iya Ndri ?”
“
Aku mencintaimu Putri, aku sayang kamu.”
Kalimat
itu seperti membuat semuanya terhenti, membuat mata berhenti berkedip, membuat
air mancur tak mampu memancurkan air lagi, membuat ikan berhenti berenang,
membuat kupu- kupu berhenti terbang, dan membuat angin tak lagi meniup.
“
Kenapa kau mencintaiku dan sayang padaku Ndri ?”
“Aku
tak tahu, yang ku tahu aku tak ingin kehilangan kamu, dan jujur aku ingin
selalu berada di dekatmu Putri.” Ungkap Andri seraya menggenggam tanganku lebih
erat untuk meyakinkanku.
Dari
matanya, sepertinya kalimat yang barusan keluar itu tulus dari hati. Dan cara
dia menggenggam tanganku juga menyatakan dia memang tidak main- main atas
perkataannya. Aku yakin yang aku ucapkan ini bukan suatu tindakan yang salah,
dan dengan yakin aku mencoba untuk mengungkapkan sesuatu kepada pria di depanku
itu.
“Andri,
aku juga cinta sama kamu, aku juga sayang sama kamu.” Dengan mata berkaca- kaca
aku ungkapkan isi hatiku pada Andri, tanpa ku sadari air mata ini jatuh
membasahi pipiku. Bukan, ini bukan tangisan kesedihan tetapi ini tangisan
kebahagiaan. Karena akhirnya aku bisa merasakan jatuh cinta untuk pertama
kalinya dan menemukan lelaki yang mencintaiku dengan sepenuh hati.
“Kenapa
menangis Putri.” Tanya Andri yak kuasa melihat air mataku, ia segera menyeka
air matakuyang mebasahi pipiku.
“Tidak,
apa- apa Ndri. Aku hanya bahagia karena aku sudah tahu bagaimana rasanya jatuh
cinta itu.” Ucapku lirih sembari tersenyum kepadanya.
“
Well, kau mau jadi pacarku atau mungkin jadi istriku ?” Tanya Andri kepadaku.
“
Iya Andri.” Jawabku mantap.
***
Kejadian
tadi siang masih terbayang di difikranku. Aku hempaskan badanku di kasur,
sambil menatap langit- langit kamar, aku tersenyum membayangkan wajahnya berada
disana. Otakku terhenti, rasanya hati dan perasaan cinta ini telah merajai
tubuhku. Aku tak bisa memikirkan yang lain, hanya ada Andri, Andri, dan Andri.
Aku
segera menelpon Lisa dan memberitahu dia bahwa kami sudah resmi pacaran. Tentu
saja di sangat antusias mendengarnya. Dia memang sahabat yang selalu ada dalam
suka dan duka.
Aku
segera mencari ayah dan menceritakan nya juga kepada ayah, ayah ingin bertemu
dengan Andri. Ya, untuk mencoba mengenal lebih jauh dengan Andri.
“
Besok, suruh dia main ke rumah ya Put!.” Teriak ayah dari bawah.
“
Iya yah, setelah pulang kerja, nanti Putri ajak main ke rumah.” Teriakku
sembari menaiki anak tangga menuju kamar.
Kring..
Kring.. ponselku berbunyi. “Andri memanggil.” Aku baca layar ponselku dalam
hati. Dengan sigap langsung aku angkat.
“
Halo.. Bulan hatiku“. Ucap Andri di seberang telpon.
“
iya halo, eh apa barusan kamu bilang ?” Tanyaku heran.
“Bulan
hatiku, kenapa ? Kan kita sudah pacaran jadi bebas dong aku mau panggil kamu
dengan sebutan apa !” Tukasnya jahil.
“Hahaha
iya iya Bintang hatiku.” Ucapku tersenyum. Jujur aku menyukai panggilan itu.
Dan aku juga membuat panggilang untuknya “ Bintang.”
Panjang
lebar yang kami bicarakan di telpon dan di akhiri..
“
Yaudah tidurlah sayang, sudah malam. Good night, I love you.” Ucapnya manis.
“
Iya sayang, good night. I love you too.” Ucapku tak kalah manis.
Ini
akan jadi menjadi sejarah bagi hidupku. Cinta pertama.
***
Aku
buatkan teh untuk Andri dan ayah yang sedang mengobrol di teras depan rumah.
“Ini
tehnya di minum Ndri, spesial aku yang buat lho.” Ucapku seraya tersenyum
kepada kekasihku itu.
“
Dan ini spesial untuk ayahku tercinta.” Ucapku sembari memeluknya.
“
Aku enggak di peluk juga nih?” Tanya Andri bercanda.
“
Hushh!!! Kerja dulu yang bener !!” Ucap ayah mengagetkan Andri.
“
Hahahaha dengerin tu Ndri !” Tukasku menyudutkannya.
“
Iya om, aku udah kerja yang bener kok.” Jawab Andri mantap.
“
Enggak usah panggil om, panggil ayah saja nak andri.”
“
Eh iya yah maksud saya gitu.” Ucap Andri
masih janggal dengan kata itu, tapi akhirnya nyaman juga.
Kring..
kring.. telpon Andri berbunyi.
“
Maaf yah, Put. Aku ada telpon, saya permisi sebentar.” Langkah Andri menjauh
dari aku dan ayah.
“
Iya bu, Andri lagi di rumah Putri bu, iya Andri sebentar lagi pulang, ibu
jangan kemana- mana, entar Andri yang ngantar ibu.” Andri memang anak yang
sopan dan menurut kepada orang tuanya.
Ayah
Andri jarang berada di rumah, dia sangat sibuk dengan bisnisnya di luar kota.
Sehingga dia tidak punya waktu banyak kepada keluarganya. Ibu Andri sudah
berumur separuh baya sama seperti ayahku. Ibu Andri ingin pergi belanja ke
supermarket. Persediaaan bahan makanan dan sayuran sudah habis.
“
Hmm ayah aku pamit pulang dulu ya, ibu mau belanja jadi saya harus mengantarnya.”
Ucap Andri sopan.
“
Iya nak Andri, hati- hati ya.” Jawab ayahku.
Andri
datang dan menghampiriku “Maaf aku Cuma bisa sebantar, tapi kalau ada waktu aku
pasti lama main di rumah kamu, aku janji !” Ucapanya serius kepadaku.
“
Iya Ndri “. Jawabku sambil tersenyum.
Langkahnya
semakin mejauh dari pandanganku, dia segera menaiki mobil avanza hitamnya itu.
Dan akhirnya pergi.
***
Aku tak meyangka hal ini akan terjadi pada Andri,
kekasihku. Andri kecelakaan mobilnya menabrak pohon besar yang berada di pinggir
jalan, sebelumnya dia mengelak dari pengendara motor yang melaju kencang dari
arah yang berlawanan. Ibunya meninggal sabuk pengaman yang tidak terkunci kuat
membuat kepalanya terbentur keras ke kaca depan mobi. Andri masih koma, sampai pagi
ini dia belum sadarkan diri. Aku tidak bekerja hari ini, aku sudah minta izin 3
hari untuk menemani Andri di rumah sakit. Dan untungnya pihak kantor
mengizinkannya.
“Andri..
kamu sudah sadar ?” Tanyaku kepadanya yang sudah bisa membuka mata walaupun tak
bicara, kepadaku.
Dia
mengelus rambutku secara perlahan. Dia tersenyum dan mencoba mengucapkan
sesuatu.
“Bulan,
sejak kapan kamu disini menemaniku ?” Tanyanya lirih.
“Itu
tak penting sayang, yang penting kamu sembuh. Kamu tenang saja, aku akan selalu
disini menjagamu Bintang “. Jawabku seraya menggenggam erat tangannya yang
lemah.
Aku tak kuasa melihat keadaanya. Pria yang begitu
kuat kini terbaring lemah di kasur, untuk mengucapkan sepatah katapun rasanya
dai tak mampu. Pria yang selalu melindungku, dan menjagaku, yang sepertinya tak
kenal lelah itu kini rapuh. Air mataku tak terbendung lagi, ingin rasanya aku berteriak.
“Aku tak ingin melihat dia seperti ini. Aku takut kehilangan dia, aku takut kehilangan
orang yang ku cintai.”Batinku berteriak.
Dengan
perlahan tangannya yang lemah menyeka air mataku, dia buat senyum di bibirnya
yang kering itu. Seraya dia berkata
“Bulanku,
sudah tak usah kau fikirkan tentang keadaanku, mungkin ini balasan dari tuhan
untukku.” Ucapnya lirih disertai dengan raut muka bersalah.
“Balasan
dari tuhan ? Apa maksud dari ucapannya itu, aku tak mengerti.” Bisikku dalam
hati dengan penuh kebingungan.
“Apa
maksudmu sayang? Aku tak mengerti.”
Dia menggenggam tanganku lebih erat, mukanya beralih
menghadap jendela. Dahinya mengerut seakan mencoba mengingat sesuatu. Dan
akhirnya barulah dia mencerikan maksud dari ucapannya tadi.
“Malam
itu, aku sedang mabuk berat. Ayahku sebenarnya di luar kota bukan karena urusan
bisnis. Tapi karena dia menikah dengan wanita lain, dia telah meninggalkan aku
dan ibu. Ibu memang sudah tua, mungkin itu alasan kenapa ayah meningglkannya.
Saat dalam perjalanan pulang aku merasa mataku remang- remang, aku sudah tak
fokus melihat ke jalan. Di depanku ada seorang ibu- ibu tengah mengendarai
motor. Aku berusaha mengelak untuk tidak menyenggolnya ataupun menabraknya.
Tapi karena efek mabuk itu masih mempengaruhiku, aku tak menyadari bahwa aku
telah menyenggol stang motornya. Aku ketakutan, aku telah berbuat kesalahan
yang besar. Karena kesalahanku, ibu- ibu itu akhirnya menabrak truk dan dia
meninggal. Aku yang tengah ketakutan dan melihat jalanan masih sepi, akhirnya
kau kabur dari tempat kejadian itu. Jujur hingga saat ini aku merasa bersalah.
Dan ini mungkin adalah karma yang aku dapatkan.” Kata Andri dengan penuh rasa
bersalah.
Aku tak tak bisa berkata-kata saat mendengar cerita
Andri. Ya, wanita yang dia tabrak itu adalah ibuku sendiri. Dadaku terasa di
hujam oleh pisau. Hatiku terluka. Aku tak kuasa aku menagis sejadi jadinya.
Wanita yang kusayangi kini telah tiada akibat pengendara avanaza hitam yang
gila itu. Sudah lama aku mencari keberadaan pengendara gila itu. Dan akhirnya
aku menemukan dia. Dan ternyata dia adalah pria yang aku cintai. Bagaimana
mungkin ini terjadi? Sepertinya rasa dendam dan amarahku lebih besar. Aku
sangat menyayangi ibuku lebih dari apapun di dunia ini.
Aku
tepis tangan Andri yang coba menggenggam erat tanganku. Andri melihat ke arahku
dengan raut muka heran.
“
Ada apa sayang ?” Tanya Andri Heran.
“
Kau tau, siapa wanita yang kau bunuh itu ?” Tanyaku marah dengan nada suara
ditekan.
Andri
kaget melihat cara bicaraku yang lembut kini berubah menjadi kasar, tapi dia
berusaha menjawab dengan lembut.
“
Tidak, aku tidak kenal wanita itu sayang, emangnya ada apa?” Jawab Andri.
“Wanita
itu adalah ibuku !!! Kau, kau, telah membunuh ibuku, kau pembunuh!! “Amarahku
meledak, aku menagis sejadi- jadinya. Mulai detik itu aku membencinya. Ya,
membenci pria yang kucintai.
“Sayang,
dengarkan aku! Aku sungguh tak bermaksud begitu pada ibumu.Saat itu fikirabku
sedang kacau.”
“Saat
kau menabrakku, kau juga berkata demikian kan? Atau jangan- jangan setelah
membunuh ibunya, kau ingin membunuh anaknya?” Tanyaku menyudutkannya.
“Sayang
maafkan aku, maafkan aku sayang.” Ucap Andri lirih.
“
Aku mau kita putus!”
Andri terdiam, air matapun keluar dari sudut
matanya. Aku melihat sebuah penyesalan di dalam dirinya. Tapi kebencianku
terhadap perbuatannya kepada ibuku menguasai diriku. Setelah mengatakan itu,
aku pergi meninggalkannya di ruangan itu sendirian. Ruangan itu agak menyudut
jadi tidak kedengaran saat kami bertengkar tadi.
***
Hari ini ibu Andri di makamkan, aku tidak pergi
melihat pemakamannya. Aku puas dia telah membuat ibuku meninggal dan akhirnya
dia kehilangan ibu juga.
“
Put, kenapa matamu sembab begitu?” Tanya Lisa khawatir.
“
Lis, kau ingat kematian ibuku kan? Kau ingatkan aku sangat membenci pengendara
avanza hitam itu ?.” tatapan ku tajam ke arah Lisa.
“
Iya aku tidak lupa akan hal itu .”
“Pengendara
gila itu adalah Andri Lis, pacarku sendir! Pertama kali aku bertemu dengannya
saata itu dai menabrakku persis apa yang dai lakukan kepada ibuku, aku menggap
itu hanya kebetulan saja. Tapi teryata itu adalah sebuah peyunjuk, aku tak
menyadarinya. Hingga tiba Andri menceritakan sesuatu kepadaku. Dan ternyata dia
pembunuhnya Lis!” Tangisku kembali pecah, “Kenapa harus dia yang melakukannya,
kenapa Lis?” Tanyaku semabri memeluk Lisa.
“
Putri, itu sudah jadi takdir tuhan .”
“
Tapi kenapa takdir itu begitu buruk kepadaku, sementara orang lain tidak .”
“Putri,
ini cobaan, cobaan untuk kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi.” Ucap lisa
menenangkanku.
“Cobaan?
Kalau begitu semua hidupku adalah cobaan !! Aku benci hidup ini, aku benci!”
Aku meronta, aku melepaskan pelukan Lisa. Aku kehilangan arah, aku terpuruk,
aku bingung harus bagaimana.
“
Lis, aku mau sendiri dulu.” Ucapku bergetar
ke arah Lisa.
“
Iya Put, aku akan pulang.” Putri segera melangkahkan kakinya menjauhi kamarku.
Setelah
makan malam aku menceritakan semuanya kepada ayah. Tapi anehnya ayah tidak
marah sedikitpun.
“
Putri, anakku..” Seraya mengusap air mataku.
“
Iya ayah .” Ucapku sembari tersenyum.
“Ayah
mengajarkanmu mejadi pribadi yang pemaaf nak, tak seharusnya kau berbuat
demikian terhadap Andri. Semua ini bukan kemauan Andri, bukan kemauan kita, dan
bukan kemauan ibumu nak. Tapi ini takdir. Ini kehendak yang maha kuasa.
Semuanya sudah di atur nak. Jodoh, kematian, rizki. Itu semua yang maha kuasa
sudah mengaturnya dengan rapi. Dan setiap perbuatan baik maupun jelek itu pasti
akan ada balasannya nak. Percayalah .”
“
Jadi, perbuatan Putri ke Andri salah ya yah.” Tanyaku penuh rasa bersalah.
“Kamu
seharusnya memaafkannya nak, pasti ibu disana tersenyum melihat kau berbuat
demikian.” Jawab ayah penuh kehangatan.
“Iya
yah, kalau putri sudah siap, Putri akan minta maaf kok sama Andri .” Kataku
sembari memeluk ayah.
***
“
Putri.. ada tamu nak!” teriak ayah dari bawah.
“Iya
yah, sebentar aku lagi nyari kunci motorku.” Berteriak sambil mencari
keberadaan kunci motorku di bawah kertas- kertas berserakan. Memang kamarku tak
pernah rapi, tapi kalau ada Lisa main ke kamarku pasti dia yang membereskannya.
Dia paling tidak tahan melihat yang berantakan.
Kunci motorku akhirnya ketemu di bawah bantal. Lalu
segera ku turuni anak tangga menemui tamuku yang sudah datang sepagi ini ke
rumah. Langkahku terhenti melihatnya. Dia pria yang sudah dua bulan tak ku
temui. Terakhir aku menemui dia saat dia baru terbangun dari komanya 3 hari.
Dan saat itu dia terlihat sangat lemah. Tapi, kini dai kembali seperti dulu.
Dia kini telah sehat, jauh bedanya saat dia baru bangun dari komanya dua bulan
silam.
“Putri
Deswita, Bulanku.” Ucapnya di ambang pintu rumahku, seraya terpancar sebuah
kerinduan dari suara dan sebutan itu.
“
Iya, Bintang hatiku.” Ucapku membalas.
Aku melangkah mendekatinya penuh dengan rasa rindu
dan bersalah telah tega meninggalkannya. Andri
juga melangkah mendekatiku. Hingga tersisa satu langkah di hadapan kami
berdua. Dia menggenggam erat kedua tanganku sama seperti yang ia lakukan di
Taman Florist waktu itu. Dan untuk kesekian kalinya rasa cinta itu mulai
bersemi kembali saat dia menatapku penuh rindu.
“Putri
sayang, maafkan aku atas kejadian itu.” Mukanya memelas.
“Andri,
sudah.. Tak usah kau fikirkan lagi kejadian itu, yang berlalu biarlah berlalu.
Kini aku sudah mengiklaskannya sayang.” Jawabku tersenyum.
“
Terima kasih sayang.” Dia menggenggam tanganku lebih kuat.
“
Kembali.” Ku lepaskan tanganku segera ku cubit hidung mancungnya itu dengan
manja.
“
Ihh Putri!” Pekiknya kepadaku.
Aku tak meyadari ternyata sedari tadi ayah
memerhatikan kami berdua. Ah tidak apa. Toh dia juga bahagia melihatku bahagia.
The End